Page Nav

HIDE

Grid

GRID_STYLE

Classic Header

{fbt_classic_header}

Top Ad

//

Berita:

latest

Ayo Menyumbang: Menyumbang di Dunia, Panennya di Akhirat

Thariqah Qadiriyah wa Naqsyabandiyah (TQN) adalah sebuah thariqah yang ada dan diakui sebagai bagian dari thariqah-thariqah al-muktabar...



Thariqah Qadiriyah wa Naqsyabandiyah (TQN) adalah sebuah thariqah yang ada dan diakui sebagai bagian dari thariqah-thariqah al-muktabarah dunia. TQN ini didirikan oleh Syaikh Ahmad Khathib As-Sambasy, putra daerah Sambas yang lahir di Kampung Dagang Timur Kecamatan Sambas Kabupaten Sambas pada bulan Safar tahun 1217 H (1803 M), ayahnya bernama Abdul Ghaffar bin Abdullah dan ibunya bernama Siti Aisyah (Cicit Imam Nurdin, Kesultanan Sambas).

Sejak Syaikh Ahmad Khathib As-Sambasy dilantik menjadi Syaikh Mursyid Kamil al-Mukammil (Sempurna dan Menyempurnakan) di Jabal Qubais, Beliau mulai aktif mengajar berbagai macam disiplin ilmu, dan yang paling menonjol dalam aktivitas pengajarannya adalah ilmu tasawwuf, khususnya dzikir TQN. Melalui TQN ini, Syaikh Ahmad Khathib sangat terkenal dan memiliki banyak murid yang tersebar ke berbagai negara, di antaranya adalah Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand dan Brunei Darussalam. Khususnya di Indonesia, Syaikh Ahmad Khathib memiliki beberapa murid yang menjadi ulama terkenal, seperti Syaikh Nawawi Al-Bantani, Syakih Muhammad Kholil Al-Bangkalani, Syaikh Abdul Karim Al-Bantani, Syaikh Thalhah Al-Cireboni, Syaikh Nuruddin Al-Tekarangi dan Syaikh Muhammad Sa’ad Al-Selakaui. Dari sekian banyak murid-murid Syaikh Ahmad Khathib, hanya ada dua orang yang berasal dan kembali meneruskan pengajaran dzikir TQN di Sambas yakni Syaikh Nuruddin Al-Tekarangi dan Syaikh Muhammad Sa’ad Al-Selakaui.

Namun sangat disayangkan, dari kedua murid Syaikh Ahmad Khathib As-Sambasy ini, TQN di Sambas tergolong kurang berkembang bila dibanding perkembangan jama’ah pengamal TQN di luar Kalimantan Barat. Pengajaran dzikir TQN di Sambas hanya dilakukan di masjid atau di rumah kediaman Syaikh Nuruddin dan Syaikh Muhammad Sa’ad, sehingga jumlah jama’ahnya cukup terbatas. Selain itu, para kolonial penjajah tampaknya cukup berhasil membendung perkembangan serta aktivitas pengajaran TQN dengan memviralkan fitnah bahwa belajar thariqah itu bisa menyebabkan gila bagi para pengamalnya. Para penjajah sadar dengan kasus di Banten, gerakan yang dilakukan oleh para pengamal TQN di bawah komando murid Syaikh Abdul Karim Al-Bantani, benar-benar efektif melakukan perlawanan untuk mengusir penjajah dan merebut kemerdekaan.

Persoalannya, mengapa di Sambas kurang massif perkembangan dan gerakan TQN? Ternyata salah satu penyebabnya karena pengajaran TQN di Sambas tidak ditopang oleh basis massa yang riil melalui pondok pesantren. Kenyataan ini berlangsung hingga saat sekarang, dimana jama’ah TQN di Sambas masih tergolong sedikit dari masa ke masa, bahkan umumnya masyarakat kurang mengetahui keberadaan TQN, padahal pendirinya adalah putera daerah Sambas. Selain itu, keberadaan pondok pesantren di Kabupaten Sambas saat ini bisa dihitung dengan jari, sangat sedikit dan lambat berkembang. Padahal, melalui pondok pesantren inilah tempat yang paling efektif untuk melakukan pembinaan keagamaan dan pembudayaan akhlak mulia sekaligus wahana yang paling strategis untuk pengkaderan ulama di masa mendatang dalam ikhtiar mengembalikan kejayaan Sambas yang pernah digelari sebagai Serambi Mekah. Gelar Serambi Mekah ini bukan hanya karena banyaknya pemuda Sambas yang belajar di Mesir, Madinah atau Mekah, tapi secara nyata juga terpotret dari bagusnya akhlak dan pemahaman keagamaan masyarakat Sambas pada saat itu, serta Sambas sempat dijadikan “kiblat” ilmu agama oleh pelajar yang datang dari berbagai daerah di dalam dan luar Kalimantan Barat.

Dalam konteks ikhtiar tersebut di atas, Yayasan TQN Khathibiyah Sambas akan mendirikan sebuah pondok pesantren yang diberi nama Pondok Pesantren Dâr Adz-Dzâkirîn di Desa Tekarang Kecamatan Tekarang Kabupaten Sambas. Lokasi ini dipilih, karena di Desa Tekarang inilah terdapat situs sejarah berupa Makam Keramat Syaikh Nuruddin Al-Tekarangi, murid langsung Syaikh Ahmad Khathib As-Sambasy. Untuk merealisasikan pembangunan Pondok Pesantren dimaksud, kami dari Pengurus Yayasan TQN Khathibiyah Sambas dan Panitia Pembangunan Pondok Pesantren Dâr Adz-Dzâkirîn memohon do’a serta dukungan semua pihak, baik jama’ah TQN dari semua jalur murid Syaikh Ahmad Khathib As-Sambasy, pemerintah, swasta dan para aghniya’/dermawan dalam penyediaan material atau keuangan agar cita-cita mulia ini segera terwujud, âmîn.

Total rencana biaya yang diperlukan untuk pembangunan tahap pertama sebesar Rp. 2.182.479.000 (Dua Milyar Seratus Delapan Puluh Dua Juta Empat Ratus Sembilan Puluh Ribu Rupiah) dengan uraian, biaya pembangunan masjid Rp. 1.282.433.000 dan biaya pembangunan 6 RKB sebesar RP. 900.046.000.

Tidak ada komentar